Kritis [Proses Menulis 6]

Beberapa waktu yang lalu seorang teman saya meninggal dunia, padahal sehari sebelumnya ia menjenguk temannya di rumah sakit. Tetapi malam harinya ajal telah menjemputnya. Sebelumnya teman saya yang lain bercerita bahwa temannya meninggal, padahal saat itu sedang olagraga, tennes lapangan. Tapi tiba-tiba saja ia terjatuh dan meninggal dunia.

Pada waktu yang lain, teman saya bercerita bahwa ia sangat kasihan dengan keadaan orang tua sebelah rumahnya. Kondisinya sangat memprihatinkan. Ia sudah tidak  bisa lagi makan dan minum, jadi terpaksa keluarganya yang memberi makan dan minum dengan menggunakan bantuan selang. Ke dokter sudah dilakukan bahkan sudah opnam beberapa hari. Tetapi keadaannya tidak juga berubah. Akhirnya keluarganya memilih untuk dirawat di rumah dengan memanggil dokter dan perawatan tiap beberapa hari untuk mengecek kondisinya. Konon, si sakit ini pernah dibacakan surat Yasin, berharap jika memang ia masih diberi kesempatan sembuh agar segera disembuhkan oleh Allah dan kalau sekiranya kematian lebih baik baginya, agar Allah segera mewafatkannya. Orang sering mengatakan kondisi si sakit dengan istilah kritis. Suatu keadaan dimana seseorang sudah sangat gawat dan krisis, di ambang ajal.

Dua kondisi di atas menyadarkan dan menyentak kesadaran kita bahwa kritis tidak hanya menimpa seseorang yang sakit parah. Nampak jelas, bahwa pada hakikatnya semua manusia berada dalam kondisi kritis. Yang berarti setiap orang, tidak memandang apakah dia memang sudah sakit atau justru dalam kondisi sehat, bisa mengalami kematian setiap saat.

Kenyataan hidup memberi pelajaran pada manusia bahwa kematian itu datangnya tiba-tiba dan tanpa ada sebab-sebab yang mendahuluinya. Kalau manusia mengira bahwa sakit adalah penyebabnya, pada kenyataan sering kita temukan justru orang yang sudah sakit parah, bahkan sudah dibacakan surat Yasin (menurut tradisi Jawa seorang yang sudah dinyatakan kritis, tak bisa diharap kesembuhannya, keluarganya akan segera mengundag sanak saudara dan handai taulan untuk membacakan surat Yasin) ternyata orang tersebut tidak mati-mati juga. Sebaliknya orang yang sehat bahkan dalam keadaan sedang mengisi ceramah di sebuah diskusi ternyata tiba-tiba meninggal dunia. Jadi siapa yang kritis, orang yang sakit atau yang sehat? Yang kritis adalah semua manusia yang mengaku dirinya masih hidup. Ya, semua manusia memang dalam keadaan kritis, bisa mati kapan dan dimanapun serta dalam kondisi apapun. Karena kematian memang selalu datang dalam keadaan baghtah, sekonyong-konyong tanpa sebab apapun.

Kematian, ibarat tamu tak diundang. Ini yang sangat mengerikan. Karena kematian bukan akhir dari segalanya. Justru sebaliknya. ia merupakan pintu gerbang pertama untuk memasuki kehidupan yang sebenarnya. Lebih ngeri lagi, ternyata hanya ada satu di antara dua yang bisa dialami manusia setelah kematiannya. Apakah dia akan mendapat kenikmatan ataukah mendapat siksa. Dan semua itu adalah pilihan, pilihan ketika kita masih hidup di dunia. Apakah kita menginginkan kehidupan bahagai dunia akhirat dengan segala konsekuensinya ataukah derita panjang yang akan kita pilih dengan segala konsekuensinya pula. Kita semua punya dan bisa memilih.

posted under |

0 comments:

Post a Comment

Newer Post Older Post Home

Popular Posts


Komentar Terbaru