Hidayah Anugerah Terindah [Proses Menulis 3]

Beberapa waktu yang lalu ada teman yang nulis di group facebook Alumni SMP Negeri Prambanan tentang anugeraj terindah. Dia katakan bahwa salah satu anugerah terindah dalam kehidupannya adalah anak. Saya setuju. Memang anak adalah salah satu anugerah terindah dalam kehidupan berkeluarga. Berapa banyak pasangan yang sudah menikah bertahu-tahun tapi tidak juga dikaruniani anak. Hampa rasanya keluarga. Aku sendiri juga tidak bisa merasakan bagaimana sepinya ketika sebuah keluarga yang sudah dijalin bertahun tahun tapi tidak ada tangis dan canda anak. Hem, tentu sangat sepi dan membosankan, meskipun mungkin ada yang bisa menghilangkan kebosanan itu dengan berbagai kegiatan berdua. Saya sempat juga melihat acara Kick Andy yang waktu itu menghadirkan tiga pasangan yang baru dikaruniai anak pada tahun keduapuluh dari pernikahannya. Apa yang dia rasakan. Sepi. Bahkan waktu itu dia mengatakan kehabisan bahan pembicaraan setelah selama sekian tahun hidup berdua belum juga dikaruniai anak. Kehadiran anak bisa membuat suasana semakin hidup lagi dan pembicaraan setiap harinya menjadi segar kembali. Karenanya, jika temanku mengatakan anak adalah anugerah terindah tentu bukan sesuatu yang salah atau mengada-ada. Karena memang demikian keadaannya.

Tapi dalam kaehidupan seseorang sebenarnya ada yang lebih indah dari kehadiran anak dalam sebuah keluarga. Sesuatu yang lebih indah itu adalah hidayah. Ya, hidayah adalah anugerah terindah dalam kehidupan setiap manusia. Bukan hanya indah, hidayah juga merupakan hal terpenting dalam kehidupan manusia. Bahkan kepentingannya melebihi kepentingan manusia terhadap makan dan minum. Kalau seseorang tidak bisa makan dan minum tetapi kehidupannya selalu dipenuhi dengan hidayah, hal paling maksimal yang akan dia dapatkan adalah kematian. Setelah kematian dia akan mendapatkan sesuatu yang lebih baik dari saat kehidupannya di dunia. Tetapi jika manusia hidup tidak dikaruniai hidayah, maka derita yang akan dia dapatkan akan sepanjang masa. Bukan hanya derita di dunia (atau bahkan di dunia dia tidak mendapatkan penderitaan) tetapi ada derita yang lebih menyengsarakan, yakni derita di akhirat. Bukankah kematian bukan akhir kehidupan seseorang? Bukankah kematian hanyalah pintu gerbang pertama yang akan mengantarkan manusia ke kehidupan yang sebenarnya? Bukankah juga hanya ada satu di antara dua hal yang akan didapatkan manusia saat kematian sudah menemuinya, kebahagiaan atau kesengsaraan? Karenanya tepatlah jika dikatakan bahwa kebutuhan manusia terhadap hidayah melebihi kebutuhannya terhadap makan dan minum.

Barangkali, inilah rahasianya Allah mewajibkan manusia meminta hidayah dalam sehari semalam minimal 17 kali. "Ihdinashirathal mustaqim, ya Allah tunjukilah aku jalan yang lurus", inilah yang senantiasa diucapkan oleh umat islam setiap pagi dan petangnya, setiap malam dan siangnya. Tujuh belas kali manusia meminta. Padahal bukankah orang yang meminta sudah beragama islam. Bahkan sudah melaksanakan sholat lalu kenapa Allah tetap mewajibkannya mereka meminta hidayah tujuh belas kali dalam sehari semalam?

Seorang ulama terkenal yakni Ibnu Taimiyah mengatakan (ups Ibnu Taimiyah atau ibnu Jauziyah ya....gak papalah nanti dicek lagi, sekarang kan saatnya nulis, ya nulis aja. Ok dilanjut aja) bahwa salah satu sebabnya adalah karena kebutuhan manusia terhadap hidayah melebihi kebutuhan manusia terhadap makan dan minum. Di samping itu hidayah kan terbagai menjadi dua, yakni hidayah irsyad dan hidayah taufik.

Hidayah irsyad adalah hidayah yang terkait dengan pemahaman seseorang terhadap kebenaran. Untuk hidayah jenis ini siapa pun bisa menyampaikannya. Artinya, siapa pun Anda tidak peduli dengan usia dan jabatan Anda dalam kehidupan ini bisa menyampaikan kebenaran islam ini kepada siapa pun. Karenanya, Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan manusia untuk menyampaikan apa yang datang dari Rasulullan (kebenaran itu) walaupun satu ayat.

Hidayah berikutnya adalah hidayah taufiq. Hidayah ini mutlak milik Allah. Tidak ada manusia di dunia ini, sekalipun nabi yang bisa memberi hidayah taufiq ini kepada orang lain, bahkan kepada anak istri dan kaum keluarganya. Tidak bisa. Hidayah ini mutlak milik Allah, (duh ayat dan surat berapa ya yang mengatakan bahwa kewajiban Nabi Muhammad shalallahu 'alaihi wa sallam ini hanya untuk menyampaikan sedangkan hasilnya semua Allah yang menentukan, ah...nanti dicari lagi) karenanya Allah hanya mewajibkan nabi dan rasul-Nya untuk menyapaikan kebenaran sedangkan apakah manusia mau menerima atau justru menentang itu urusan Allah.

Terkait dengan hidayah taufiq ini, ulama membaginya menjadi beberapa tingkatan.
Tingkatan yang pertama adalah dijadikannya manusia yakin terhadap kebenaran. Kemudian tingkatan kedua adalah dijadikannya manusia cinta kepada kebenaran. Perbedaan antara yakin dan cinta adalah kalau yakin sifatnya pasif sedang cinta sifatnya aktif. (ingat kalau Anda jatuh cinta pasti akan bersikap aktif, dalamnya lautan akan diselami, luasnya samudera akan diseberangi dan tinginya bukit akan didaki, ya kan? Demikian juga orang yang sudah cinta akan kebenaran, dia akan selalu berusaha mencari dimana pun kebenaran itu berada.

Selanjutnya tingkatan berikutnya adalah dijadikannya manusia mudah melaksanakan kebenaran itu dan tingkatan tertinggi adalah dijadikannya manusia istiqomah dalam kebenaran itu. Dan semua tingkatan itu semua mutlak hak Allah. Dia akan memberikan kepada siapa saja yang dikehendaki dan akan menahannya kepada siapa yang dikehdendaki-Nya pula.

Karenanya, manusia diwajibkan untuk berusaha mencari hidayah itu baik hidayah irsyad maupun taufik dan wajib mengikuti usahanya dengan doa dan tawakal. Anda yakin kan kalau Allah itu maha bijaksana dan tidak mungkin menyia-nyiakan usaha dan doa hamba-Nya. Karenanya, selalu memintalah anugerah terindah dalam kehidupan Anda dengan sepenuh kesungguhan, yaitu hidayah

posted under |

0 comments:

Post a Comment

Newer Post Older Post Home

Popular Posts


Komentar Terbaru