Dua ekor tikus dimasukkan dalam box yang berbeda. Ada tugas yang harus mereka kerjakan, yaitu mendekati lampu berwarna merah yang ada di box itu. Perbedaan dari keduanya adalah di box satu, setiap kali si tikus berhasil mendekati lampu merah ia selalu diberi reward. Sebaliknya di box yang satunya si tikus selalu disuruh untuk mendekati box merah. Hingga akhirnya kedua tikus itu terbiasa mendekati lampu merah. Setelah itu kedua otak tikus itu di bedah. Aneh, di tikus yang selalu diperintah dan dimarahi ada trauma sedangkan di otak tikus yang satunya tidak ada.


Hasil penelitian tersebut mengindikasikan bahwa meskipun hasil yang didapat dari suatu proses barangkali sama. Tetapi proses yang berbeda juga akan membawa efek yang berbeda pada diri seseorang, sekalipun hasil akhirnya sama yaitu mereka sama-sama bisa mengerjakan hal yang sama.

Seorang yang dalam kehidupannya selalu diperintah, bahkan diancam untuk melakukan sesuatu, barangkali suatu saat dia akan bisa melakukan sesuatu tersebut. Tetapi dalam diri (otaknya) akan menyisakan trauma yang efeknya justru tidak menguntungkan untuk perkembangan kepribadiaanya.

Lain halnya jika seseorang bekerja dengan motivasi yang wajar (sesuai dengan perkembangannya) dan ada reward atau penghargaan bagi setiap keberhasilannya maka hal ini memungkinkan dan mendukung perkembangan kepribadiannya.

Jika Anda sebagai guru, mana yang akan Anda lakukan terhadap murid Anda? Dan hasil mana yang Anda harapkan? Siswa yang dapat mengerjakan atau melakukan sesuatu sesuai dengan perintah Anda tapi dalam pikiran menyisakan trauma yang mengganggu perkembangan kepribadiannya? Atau, siswa yang dapat mengerjakan tugas-tugas yang Anda berikan dan otaknya bisa berkembang sesuai dengan tingkat perkembangannya?

Yups, saya tahu Anda akan memilih opsi yang kedua. Ok, sekarang saatnya Anda mendidik siswa Anda sesuai dengan harapan Anda.